Pada bulan-bulan istimewa (as-syahrul hurum) seperti bulan Rajab, Sya’ban, Muharram dan Dzulhijjah, kaum muslimin biasa meningkatakn ibadah mereka, dengan harapan mendapatkan pahala yang berlipat ganda sebagai fadilah dari bulan tersebut. Sebagaimana yang tersebut dalam beberapa hadits Rasulullah saw. Seperti halnya memperbanyak baca al-Qur’an, shalat sunnah dan juga berpuasa.Dalam hal puasa, seringkali orang-orang menjadikan puasa sunnah pada bulan-bulan ini sebagai kesempatan untuk melaksanakan qadha’ puasa Ramadhan sekaligus. Artinya, selain niat untuk berpuasa sunnah juga niat qadha puasa Ramadhan (yang hukumnya wajib). Hal ini dalam istilah fiqih disebut sebagai at-tasyriik fin niyyah (mengkombinasikan niyat).
Dalam permasalahan penggabungan niat antara yang fardlu dan yang sunnah dalam satu ibadah, Imam Suyuthi dalam kitabnya al-Asbah wan Nadhair membagi dalam empat kriteria. 1) sah kedua-keduanya baik yang fardhu dan yang sunnah. 2) sah bagi ibadah fardhunya saja, tidak untuk ibadah sunnahnya. 3) sah bagi ibadah sunnahnya saja, tidak untuk ibadah fardhunya. 4) tidak sah kedua-duanya.
Pertama; kedua-duanya baik yang fardhu maupun yang sunnah dianggap sah. Contoh, ketika seseorang masuk masjid dan jamaah telah dimulai, kemudian dia niat sholat fardlu dan sekaligus berniat shalat tahiyyatul masjid. Maka Menurut mazhab Syafii keduanya sah dan mendapatkan pahala. Begitu juga seseorang yang mandi junub hari jum’at dengan mandi sunnah jum’at sekaligus. Termasuk dalam hal ini juga adalah mengucap salam di ujung shalat sebagai tanda selesainya shalat dan juga sekaligus mengucap salam untuk tamu yang baru masuk rumah. Begitu keterangan Imam Suyuthi
فمن الأول (مالايقتضى البطلان فى الكل) أحرم بصلاة وينوى بها الفرض والتحية صحت وحصلا معا…ومنها نوى بغسله غسل الجنابة والجمعة حصلا جميعا على الصحيح…ومنها نوى بسلامة الخروج من الصلاة والسلام على الحاضرين حصلا
Hukum kedua yang dianggap sah adalah yang fardlu saja. Contoh orang yang melaksanakan ibadah haji untuk pertama kali, tetapi ia berniat haji wajib dan sekaligus berniat haji sunnah. Secara otomatis yang dianggap sah adalah yang wajib.
ومن الثانى (مايحصل الفرض فقط) نوى بحجة الفرض والتطوع وقع فرضا لأنه لو نوى التطوع انصرف إلى الفرض
Hukum ketiga adalah hukum sunnah yang dianggap sah, seperti seseorang memberi uang kepada fakir miskin dengan niat zakat wajib dan sekaligus niat bersedekah, maka yang dianggap sah adalah sedekahnya bukan zakatnya.
ومن الثالث (مايحصل النفل فقط) أخرج خمسة دراهم ونوى بها الزكاة وصدقة التطوع لم تقع زكاة ووقعت التطوع بلاخلاف
Hukum yang keempat adalah batal kedua-duanya, baik yang fardhu maupun yang sunnah. Misalnya seseorang yang hendak sholat dengan niat shalat fardhu sekaligus juga shalat sunnah rawatib. Maka keduanya tidak sama-sama tidak disahkan.
ومن الرابع (مايقتضى البطلان فى الكل) نوى بصلاته الفرض الفرض والراتبة لم تنعقد أصلا
Adapun menggabung antara niat sunnah puasa bulan Sya’ban sekaligus niat membayar (qadha’) puasa Ramadhan maka dapat diqiyaskan kedalam hukum yang pertama, yaitu dianggap sah kedua-duanya. Berdasar pada keterangan al-Suyuthi
ومنها (أى من الأول) صيام يوم عرفة مثلا قضاء أونذرا أو كفارة ونوى معه الصوم غير عرفة فأفتى البارزى بالصحة والحصول عنهما
Namun sebagian ulama berbeda pendapat dalam masalah tersebut. Ada yang mengatakan yang dianggap sah adalah puasa qadla ramadhan dan puasa sunnahnya tidak sah dan memasukkannya dalam kelompok ke dua. Ada pula ulama yang mengatakan sah puasa sunnahnya dan hutangnya belum gugur sebagaimana kategori ketiga. Bahkan ada yang mengatakan tidak sah keduanya dan amalnya sia-sia seperti kategori ke empat.
Demikianlah keterangan beberapa hukum menggabungkan dua niat dalam satu ibadah. Tapi jika mempertimbangkan kehati-hatian lebih baik memisahkan keduanya.